|
Kata Pengantar
Kata Sambutan
Daftar Isi
Daftar nama penandatangan Konsensus
Daftar farmasi penunjang
[ToP][EoP]
1. Pendahuluan
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi
diabetes mellitus (DM) sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15
tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan
prevalensi DM 6,1%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan adanya
kenaikan prevalensi. Prevalensi DM pada daerah urban di Jakarta meningkat
dari 1,7% pada thun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. Demikian pula prevalensi DM di Ujung Pandang (daerah urban), meningat dari 1,5% pada tahun pada thun 1981 menjadi 2.9% pada tahun 1998. Walaupun demikian, prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di Tasikmalaya didapatkan prevalensi DM sebesar 1,1%; sedang di Kecamatan Sesean, suatu daerah sangat terpencil di Tanah Toraja, didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% (11 penderita di antara 1310 penduduk umur > 30 tahun). Di daerah Jawa Timur, perbedaan urban rural tidak begitu tampak. Di Surabaya pada penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas perkotaan pada tahun 1991 yang mencakup 13460 penduduk, didapatkan prevalensi sebesar 1,43%; sedang di daerah rural pada suatu penelitian yang mencakup 1640 penduduk (1989) juga didapatkan prevalensi yang hampir sama, yaitu 1,47%.
Diabetes mellitus dapat menyerang warga segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM, terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.
Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DMsebesar 4% akan didapatkan 7 juta pasien DM. Suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani sendiri olegh dokter spesialis/subspesialis. Beban serupa tampak lebih nyata lagi kalaudilihat angka McCarthy dan Zimmet (1993) yang memperkirakan jumlah pasien diabetes di dunia akan mencapai 306 juga jiwa pada tahun 2020. Di kawasan ASEAN didapatkan pola peningkatan serupa. Jumlah pasien DM tipe-2 pada tahun 1995 diperkirakan 8,5 juga orang, akan meningkat menjadi 12,3 juta pada tahun 2010. Semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, harus ikut serta dalam usaha menanggulangi masalah DM ini. Tentu saja program untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan DM ini harus sudah dimulai dari sekarang.
Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi pasien DM, yang seyogyanya diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum sangat penting. Kasus diabetes mellitus sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum, Apalagi kalau kemudia kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan pengelolaan di tingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut jangka panjang pada para pasien tersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa daranya, pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan perlalatan yang lebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran atau Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Rujukan Utama.
Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM dan untuk menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi pasien DM. Penyempurnaan dan revisi berkala standar ini perlu disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan ilmu mutakhir, kondisi dan masukan dari para pengelola DM, sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagia pasien DM.
Diabetes mellitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan ekluarganya akan sangat membantu meningkatkan keiikusertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM. Karena itu perlu dibentuk perkumpulan pasien diabetes, yang tentu akan sangat membantu meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM dan memikirkan kepentingan mereka sendiri semaksimal mungkin.
Buku panduan ini berisikan standar pengelolaan bagi pasien DM yang merupakan hasil kesepatan para pakar DM di Indonesia yang mulai dirintis PB PERKENI sejak pertemuan bulan Februari 1993 di Jakarta. Revisi dan penyempurnaan buku panduan ini merupakan salah satu tugas yang diamanatkan oleh Kongres PERKENI ke-4 di Ujung Pandang tahun 1997 kepada pada pakar pengelola DM yang tergabung dalam PERKENI.
Mengingat sebagian besar pasien DM adalah kelompok DM tipe-2, konsensus pengelolaan ini terutama disusun bagi pasien DM tipe-2; sedang untuk kelompok DM tipe-1 dan DM tipe lain serta pengelolaan diabetes pada kehamilan dibicarakan dalam buku panduan tersendiri.
[ToP][EoP]
2. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah,
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Untuk memastikan diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya
dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program
pemantapan kendali mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah
dapat dipakai bahan darah kapiler.
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen
kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara
standar yang dianjurkan, teruama untuk memantau kadar glukosa darah. Secara
berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering peru dibandingkan dengan
cara konvensional.
2.1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya
(mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal,
rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang
mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general
check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan
tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring
pasien DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), dan GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka.
Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM
dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu :
- Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
- Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
- Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
- Riwayat keluarga DM
- Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
- Riwayat DM pada kehamilan
- Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
- Pernah TGT atau GDPT
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan
tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar (Lihat Skema langkah-langkah
diagnostik DM).
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka
yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal.
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl)
|
|
Bukan DM |
Belum pasti DM |
DM |
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) |
plasma vena darah kapiler
|
<110 < 90 |
110-199 90-199 |
>200 >200 |
|
|
|
|
|
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) |
plasma vena darah kapiler |
<110 < 90 |
110-125 90-109 |
>126 >110 |
|
|
|
|
B. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan
pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,
serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan
glukosa darah sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126
mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal,
belum cukup kuat untuk menegakkn diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu >200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1985) :
- 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
- kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
- puasa semalam, selama 10-12 jam
- kadar glukosa darah puasa diperiksa
- diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam 1air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
- diperiksa kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah
beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok.
Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan kadar glukkosa
darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini disarankan juga oleh
America Diabetes Association (ADA), yang bahkan juga memakai hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.
Kriteria diagnostik diabetes mellitus*
1. Kadar glukosa
darah sewaktu (plasma vena) >200 mg/dl
atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) >126 mg/dl
atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang
lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik
kadar glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria
diagnostik yang sama (Lihat : Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes
Mellitus Gestasional).
[ToP][EoP]
3. Klasifikasi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan
anjuran kalisifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1997.
Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA, 1997)
- Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut): - autoimun, - idiopatik
- Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi
insuln disertai resistensi insulin)
- Diabetes tipe lain
- Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
- DNA mitokondria
- Penyakit eksokrin pankreas
- pankreatitis
- tumor atau pankreatektomi
- pankreatopati fibrokalkulus
- Endokrinopati
- akromegali
- sindroma Cushing
- feokhromositoma
- hipertiroidisme
- Karena obat atau zat kimia
- vacor, pentamidin, asam nikotinat
- glukokortikoid, hormon tiroid
- tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll
- Infeksi
- rubella kongenital, virus sitomegalo (CMV)
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
- sindrom Down, sindrom Kleinefelter, sindrom Turner, dll
- Diabetes mellitus gestasional (DMG)
[ToP][EoP]
4. Pengelolaan
1. Tujuan
- Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan
rasa nyaman dan sehat.
- Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati
maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas
DM.
- Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor
genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara
untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah
pengelolaan.
- Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan
mandiri.
2. Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.
- Pada pertemuan pertama:
- Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala
komplikasi.
- Pemeriksaan jasmani lengkap:
- TB, BB, TD, rabaan nadi kaki
- Tanda neuropati dicari
- Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang
tersedia:
- Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit
- Glukosa darah puasa dan sesudah makan
- Urinalisis rutin
- Albumin serum
- Kreatinin
- SGPT
- Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
- Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria
- HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)
- EKG
- Foto paru
- Funduskopi
- Penyuluhan sepintas mengenai:
- Apakah penyakit DM itu
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM
- Perencanaan makan
- Kegiatan jasmani
- Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia
- Perawatan kaki
- Secara berkala
Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam sesudah makan.
Tiap tiga (3) bulan : HbA1c
Tiap tahun:
- pemeriksaan jasmani lengkap
- albumin urin, sedimen urin
- kreatinin
- SGPT
- kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
- EKG
- Funduskopi
Idealnya semua psien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama
pada semua tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier.
Namun mengingat keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat pengelola kesehatan
macam dan jumlah pemeriksaan penunjang yang diperiksa disesuaikan dengan
fasilitas yang ada. Demikian pula tingkat pelayanan yang diperiksa disesuaikan
dengan kapasitas dan fasilitas yang ada. Penyuluhan dan pencegahan primer
dapat dikerjakan pada semua tingkat pengelola kesehatan.
- Pilar utama pengelolaan DM
1. Penyuluhan
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Obat berkhasial hipoglikemik
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik dimulai dengan
pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa
waktu (4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insuln atau OHO dapat segera diberikan.
Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.
- Penyuluhan (Edukasi Diabetes)
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal...
- Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat
Protein
Lemak
|
60-70%
10-15%
20-25%
|
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Untuk penetuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).
BMI = BB(kg)/TB(m2)
IMT normal wanita= 18,5-22,9 kg/m2
IMT normal pria = 20-24,9 kg/msup>2
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:
Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%
Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-3%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk, dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil diperlukan perhitungan tersendiri (Lihat: Konsensus DM tipe 1 dan Konsensus DM gestasional).
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik.
Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre).
Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam.
Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.
Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.
- Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continous rhythmical, nterval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyakit penyerta. Sebagai contoh, olahraga ringan adalah berjalan kaki biasana selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat adalah jogging.
- Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar glukosa daranhya belum tercapai (Lihat Sasaran pengendalian glukosa darah), dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hikoglikemik (oral atau suntikan).
4.1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan sulfonilurea, metformin, maupun inhibitor glukosidase alfa, harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk memberikan obat-obat tersebut pada penderita dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari.
- Biguanid
Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati di samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini terutama dianjurkan dipakai sebagai obat tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit serebrovaskular). Obat biguanid dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah makan.
4.2. Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe-2:
- ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
- stres berat (infeksi sistemik, operasi besar)
- berat badan yang menurun dengan cepat
- kehamilan/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
- tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada indikasi kontra dengan OHO
Tabel 2. Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh terhadap HbA1c.
|
Cara kerja utama |
Efek samping utama |
Pengaruh terhadap HbA1c |
Sulfonilurea |
Meningkatkan sekresi insulin |
BB naik, hipoglikemia |
1,5-2,5% |
Metfomrin |
Menekan produksi glukosa hati |
Diare, dispepsia, asidosis laktat |
1,5-2,5% |
Inhibitor glukosidase alfa |
Menghambat absorpsi glukosa |
Flatulens, tinja lembek |
0,5-1,0% |
Insulin |
Menekan produksi glukosa hati, stimulasi pemanfaatan glukosa |
Hipoglikemia, BB naik |
Potensial normal |
Tabel 3. Obat hipoglikemik oral
Obat |
Dosis awal |
Dosis maks |
Dosis anjuran |
Golongan Sulfonilurea* Glibenklamid Gliklasid Glikuidon Glipisid Glipisid GITS Glimepirid** Klorpropamid |
2,5 mg 80 mg 30 mg 5 mg 5 mg 1 mg 50 mg
|
15-20 mg 240 mg 120 mg 20 mg 20 mg 6 mg 500 mg |
1-2 kali 1-2 kali 2-3 kali 1-2 kali 1 kali 1 kali 1 kali |
|
|
|
|
Golongan Biguanid Metformin*** |
500 mg |
2500 mg |
1-3 kali |
Golongan inhibitor glukosidase alfa# Acarbose |
50 mg |
300 mg |
3 kali |
* ** *** # |
diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan dapat diberikan sesaat sebelum makan diberikan sebelum makan diberikan segera setelah makan |
Tabel 4. Jenis dan lama kerja insulin
Jenis |
Awitan* |
Puncak* |
Lama kerja* |
Insulin kerja pendek Insulin kerja menengah Insulin kerja panjang Insulin campuran |
0,5-1 1-2 2 0,5-1
|
2-4 4-12 6-20 2-4 dan 6-12
|
5-8 8-24 18-36 8-24
|
* dalam jam
Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan kadar glukosa darah pasien.
Kalau dengan sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu dipikirkan kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda (sulfonilurea + metformin atau metformin + sulfonilurea, acarbose + metformin atau sulfonilurea). Kombinasi OHO dosis kecil dapat pula digunakan untuk menghindari efek samping masing-masing kelompok obat. dapat pula diberika kobinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga dicapai sasaran yang diinginkan, atau ada alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai.
Kalau dengan dosis OHO maksimal baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi sasaran glukosa daran belum tercapai, dipikirkan adanya kegagalan penakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin (Lihat Skema pengelolaan DM).
Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali sehari, OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja sedang malam hari.
5. Kriteria pengendalian
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan HbA1c seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria pengendalian DM
|
Baik |
Sedang |
Buruk |
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
|
80-109 110-159 |
110-139 160-199 |
>140 >200 |
HbA1c (%) |
4-5,9 |
6-8 |
>8 |
Kolesterol total (mg/dl) Kolesterol LDL (mg/dl) tanpa PJK Kolesterol LDL (mg/dl) dengan PJK Kolesterol HDL (mg/dl) Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJK Trigliserida (mg/dl) dengan PJK |
<200 <130 <100 >45 <200 <150 |
200-239 130-159 100-129 35-45 200-249 150-199 |
>240 >160 >130 <35 >250 >200 |
BMI (IMT) wanita (kg/m2) BMI (IMT) pria (kg/m2) |
18,5-22,9 20,0-24,9 |
23-25 25-27 |
>25 atau <18,5 >27 atau <20,0 |
Tekanan darah (mmHg) |
<140/90 |
140-160/90-95 |
>160/95 |
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat.
[ToP][EoP]
5. Penyulit DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
- Penyulit akut:
- ketoasidosis diabetik
- hiperosmolar non ketotik
- hipoglikemia
- Penyulit menahun:
- makroangiopati:
- pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
- pembuluh darah tepi
- pembuluh darah otak (stroke)
- mikroangiopati:
- retinopati diabetik
- nefropati diabetik
- neuropati
- rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran kemih
- Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)
Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
Hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko penting penyulit makroangiopati, oleh sebab itu hipertensi dan dislipidemia harus dicari dan diobati dengan sebaik-baiknya (Lihat Bab Masalah Khusus)
[ToP][EoP]
6. Pencegahan DM
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM (Lihat Faktor Risiko). Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
B. Pencegahan sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.
Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tata cara pengaobatan baku yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.
C. Pencegahan tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dan lain sebagainya.
[ToP][EoP]
7. Penyuluhan
Penyuluhan bagi pasien DM tidak
hanya dilakukan oleh dokter yang
mengobati, tetapi juga oleh segenap
jajaran terkait dengan pengelolaan
DM, seperti perawat penyuluh, pekerja
sosial, ahli gizi, dan sebagainya sesuai
dengan bidang keahlian masing-
masing. Tentu saja penataran/penyuluhan berkala bagi para penyuluh juga
sangat penting untuk setiap saat dapat menyegarkan dan memperbaiki materi
penyuluhan yang mereka berikan
kepada para pasien DM. Dalam menjalankan tugasnya tenaga kesehatan
dalam bidang diabetes memerlukan
suatu landasan empati, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada
proses edukasi diabetes adalah:
- berikan dukungan dan nasehat
yang positif dan hindari terjadinya
kecemasan
- berikan informasi secara bertahap.
jangan sekaligus
- mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian yang lebih
sulit
- gunakan alat bantu dengar pandang
- lakukan pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukanlah simulasi
- berikan pengobatan sesederhana
mungkin agar kepatuhan lebih baik
- lakukan kompromi dan negosiasi
agar tujuan pengobatan dapat
diterima
- jangan memaksakan tujuan pengobatan kita
- lakukan motivasi. berikan penghargaan dan diskusikanlah hasil
pemeriksaan laboratorium
A. Penyuluhan untuk pencegahan primer
Penyuluhan untuk pencegahan primer
harus diberikan kepada:
- Kelompok masyarakat risiko tinggi:
Masyarakat perlu ditingkatkan kepeduliannya bahwa DM merupakan suatu problem kesehatan
masyarakat dan dapat dicegah
dengan mengendalikan kegemukan dan meningkatkan kegiatan
jasmani, terutama pada individu
dengan risiko tinggi.
- Perencana kebijakan kesehatan :
Perencana kebijakan kesehatan
perlu memahami dampak sosio -
ekonomik penyakit ini dan betapa
pentingnya peran penyuluhan dalam penatalaksanaan DM, sehingga kemudian dapat diambil
langkah-Iangkah untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan
bagi pasien DM.
Materi penyuluhan :
Faktor-faktor yang berpengaruh pada
timbulnya DM dan usaha untuk
mengurangi faktor risiko tersebut.
B. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Yang disuluh adalah kelompok pasien
DM, terutama yang baru. Penyuluhan
dilakukan pada pertemuan pertama
dan perlu sering diulang serta
ditekankan kembali pada setiap
kesempatan pertemuan berikutnya.
Materi yang disuluhkan pada tingkat
pertama adalah :
- Diabetes: apakah itu DM
- Penatalaksanaan DM secara umum
- Obat-obat untuk menurunkan kadar glukosa darah (tablet dan
insulin)
- Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar
DM dan kegiatan jasmani
Materi penyuluhan pada tingkat lanjutan adalah :
- Mengenal dan mencegah penyulit
akut DM
- Pengetahuan mengenai penyulit
menahun DM
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
- Makan di luar rumah
- Rencana untuk kegiatan khusus
- Penelitian dan pengetahuan masa
kini dan teknologi mutakhir tentang
DM
- Pemeliharaan kaki
C. Penyuluhan untuk pencegahan tersier
Penyuluhan diberikan kepada pasien
yang sudah mengidap penyulit menahun DM.
Materi yang disuluhkan:
- maksud, tujuan dan cara pengobatan pada penyulit menahun
DM.
- upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan
kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan penyulit menahun
[ToP][EoP]
8. Masalah khusus
A. DM tipe-2 dan ibadah puasa
- Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa.
- Pasien yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa.
- Untuk yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan sedemikian sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.
- Untuk pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja menengah yang diberikan saat berbuka saja. Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
B. DM dan hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada DM
tipe 2.
1. Indikasi pengobatan :
- Bila TD sistolik >140 mmHg dan/atau TD diastolik >90 mmHg.
- Pada hipertensi sistolik : TD sistolik >140 mmHg dan TD sistolik < 90 mmHg.
2. Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
- Dewasa (>18 tahun):
- tidak hamil <130/85 mmHg
- hamil 120/80 mmHg
- Hipertensi sistolik:
- TD sistolik >180 mmHg -> < 160 mmHg
- TD sistolik 160-179 mmHg -> diturunkan 20 mmHg
3. Pengelolaan:
- Pengobatan non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain : penurunan BB, olah raga, mengurangi / menghentikan merokok, alkohol, garam, dll.
- Pengobatan farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH):
- pengaruh OAH terhadap profil lipid
- pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
- Daftar OAH lini pertama (disusun menurut abjad):
- Antagonis kalsium
- Diuretik
- Inhibitor ACE
- Penghambat alfa
4. Catatan
- Pada penderita dengan
mikroalbuminuria dilaporkan
inhibitor ACE merupakan
OAH lini pertama terpilih.
Antagonis kalsium golongan
non-dihidropiridin dilaporkan
juga dapat mengurangi
mikroalbuminuria.
- Diuretik dapat digunakan
secara hati-hati dengan
dosis rendah. Penggunaan
diuretik dosis tinggi dapat
memperburuk intoleransi
glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun
sasaran sudah tercapai.
Bila tekanan darah dapat
dikendalikan, setelah satu
tahun dosis dapat dicoba
diturunkan secara bertahap.
C. Dislipidemia pada DM
Dislipidemia baru diobati kalau
memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat hipolipidemia
dipertimbangkan bila kadar glukosa
darah sudah normal, namun kadar
lipid darah masih tetap abnormal
walaupun pasien sudah menjalani
perencanaan makan rendah lemak
selama 3 -6 bulan. Untuk pasien
DM yang disertai PJK, tenggang
waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh
dokter yang mengelolanya.
Selanjutnya dapat dilihat pada
buku Konsensus Pengelolaan
Dislipidemia pada DM.
D. Aspirin pada DM
Aspirin dosis rendah (80 -325 mg)
dapat dianjurkan untuk diberikan
secara rutin bagi pasien DM yang
sudah mempunyai penyulit makrovaskular. Untuk pencegahan primer, Aspirin hanya diberikan pada
pasien DM yang mempunyai satu
atau lebih faktor risiko terjadinya
penyulit makrovaskular.
[ToP][EoP]
9. Daftar singkatan
ADA
BB
BMI
DM
EKG
GDPT
GDP
GDS
HDL
IDF
IMT
LDL
LED
OAD
OAH
OHO
PJK
PERKENI
SGPT
ST
STT
TB
TD
TGT
TTGO
WHO
|
American Diabetes Association
Berat Badan
Body mass index
Diabetes mellitus
Elektrokardiogram
Glukosa Darah Puasa Terganggu
Glukosa Darah Puasa
Glukosa Darah Sewaktu
High Density Lipoprotein
International Diabetes Federation
Indeks Massa Tubuh
Low Density Lipoprotein
Laju Endap Darah
Obat Anti Diabetik
Obat anti Hipertensi
Obat Hipoglikemik Oral
Penyakit Jantung Koroner
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
Sasaran Metabolik Tercapai
Sasaran Metabolik Tidak Tercapai
Tinggi Badan
Tekanan Darah
Toleransi Glukosa Terganggu
Tes Toleransi Glukosa Oral
World Health Organization
|
[ToP][EoP]
Daftar nama penandatangan Konsensus
Prof.Dr. Kadri (Medan)
Dr. Sjafii Piliang (Medan)
Dr. Nur Asjiah (Medan)
Prof.Dr. Sjafril Sjahbuddin (Padang
Dr. Asman Manaf (Padang)
Dr.H.R. Surasmo P. (Palembang)
Prof.Dr. Utoyo Sukaton (Jakarta)
Prof.Dr. Supartondo (Jakarta)
Prof.Dr. Slamet Suyono (Jakarta)
Prof.DR.Dr. Boedisantoso R. (Jakarta)
Dr. Ainal Ikram (Jakarta)
Dr. Pudji Rahardjo (Jakarta)
Dr. Wiguno Prodjosudjadi, PhD (Jakarta)
Murni I.D. Prakoso, SKM MSc (Jakarta)
Dr. Marzuki Suryaatmadja (Jakarta)
Dr. Jose R.L. Batubara (Jakarta)
Dr. Sarwono Waspadji (Jakarta)
Dr. Sidartawan Soegondo (Jakarta)
Dr. Pradana Soewondo (Jakarta)
Prof.DR.Dr. Sri Hartini K.S. Kariadi (Bandung)
Prof.DR.Dr. Johan S. Masjhur (Bandung)
Dr. Agusta Y.L. Arifin (Bandung)
Dr. Rully M.A. Roesli (Bandung)
Prof.DR.Dr. R.R.J. Djokomoeljanto (Semarang)
DR.Dr. Darmono (Semarang)
Prof.DR.Dr. Sujono Aswin (DI Yogyakarta)
Prof.Dr. H.A. Husain Asdie (DI Yogyakarta)
Dr. Paulus Wiyono, PhD (DI Yogyakarta)
Dr. Budi Santoso (Surakarta)
Prof.DR.Dr. AskandarTjokroprawiro (Surabaya)
Dr. Hendromartono (Surabaya)
DR.Dr. Ari Sutjahjo (Surabaya)
Dr. Hans Tandra (Surabaya)
Dr. Djoko Wahono Soeatmadji (Malang)
Dr. Ahmad Rudianto (Malang)
Dr. Dwi Sutanegara (Bali)
Dr. Ketut Suastika (Bali)
Prof.Dr. John M.F. Adam (Ujung Pandang)
Dr. Harsinen Sanusi (Ujung Pandang)
Prof.Dr. Alex Robert Sumual (Manado)
[ToP][EoP]
Daftar perusahaan farmasi penunjang:
1. Abbott Diagnostics / Medisense
2. Bayer Indonesia
3. Boehringer Ingelheim
4. Boehringer Mannheim / Roche Diagnostics
5. Eli Lilly
6. Erbapharrna Intenational
7. Fahrenheit Indonesia
8. Hoechst Marion Roussell Indonesia
9. Ikapharrnindo Putramas
10. Lifescan / Johnson & Johnson Company
11. Merck Indonesia
12. Novo Nordisk / Dexa Medica
13. Pfizer Indonesia
14. Servier Indonesia
[ToP][EoP]
|